Kemenkes Bentuk Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara

kemenkes bentuk komite penanggulangan penyakit respirasi dan polusi udara 62831

Bid TIK Polda Kepri – Jakarta. Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) RI membentuk Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi
Udara sebagai respons atas dampak situasi polusi di wilayah Jabodetabek dan
sekitarnya.

“Kami dengan respons cepat membentuk Komite
Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara,” ujar Direktur
Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian
Kesehatan RI Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers virtual Penanganan
Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan Masyarakat diikuti dari Jakarta, Senin
(28/8/23).

Maxi mengatakan, hasil surveilans penyakit yang timbul dari
dampak polusi udara di Jabodetabek adalah peningkatan kasus infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) mencapai rata-rata 200 ribu kasus per bulan.

Data tersebut dihimpun dari laporan petugas layanan di
puskesmas dan rumah sakit di wilayah setempat dalam sebulan terakhir.

Maxi mendelegasikan sejumlah tugas kepada Komite
Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara yang sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi (tupoksi) Kemenkes RI.

Tugas tersebut berupa melakukan edukasi kepada masyarakat
terkait bahaya polusi bagi kesehatan, serta upaya pencegahan.

Berikutnya, berupa surveilans melalui kerja sama pemantauan
partikulat (PM2,5) sebagai partikel pembentuk polusi yang berukuran lebih kecil
dari 2,5 mikron untuk diukur kadarnya di Jabodetabek.

 

Kemenkes bersama komite juga melakukan surveilans secara
berkala setiap pekan untuk memonitor laju kasus ISPA dan pneumonia di puskesmas
dan rumah sakit, berikut dengan penerapan sistem kewaspadaan dini dan respons.

“Penanganan pneumonia di rumah sakit Jabodetabek kami
inventarisasi kemampuannya agar semua bisa menangani pneumonia di
Jabodetabek,” jelas Max.

Dalam agenda yang sama, Ketua Komite Penanggulangan Penyakit
Respirasi dan Polusi Udara Pro Agus Dwi Susanto mengatakan PM2,5 terbukti
paling memberikan dampak pada kesehatan masyarakat, selain gas sulfur dioksida
(SO2), nitrogen oksida, dan ozon.

“Riset Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) dikatakan peningkatan PM2,5, PM10, dan SO2 ternyata berkontribusi
dalam peningkatan kasus ISPA dan pneumonia di Jakarta pada periode hampir 10
tahun setelah riset,” terang Agus.

Agus menerjemahkan penugasan Kemenkes RI ke dalam empat
sektor kerja, yakni, sektor deteksi dengan cara memantau kualitas udara,
khususnya di DKI Jakarta, melalui pemasangan alat ukur udara di puskesmas dan
rumah sakit untuk deteksi dini polusi.

Selanjutnya, mengembangkan sistem peringatan dini bagi
masyarakat yang terintegrasi dengan Aplikasi SatuSehat berikut penyampaian
tentang apa yang harus dilakukan oleh pengguna aplikasi.

“Ketiga, kami lakukan edukasi untuk mengenalkan
protokol kesehatan dan terakhir berupa kajian atau riset terkait dampak udara
pada kesehatan,” tutup Agus.