Bid TIK Polda Kepri – Jakarta. Presiden Joko Widodo
berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang akan disahkan dalam rapat
paripurna pada hari ini, Selasa (11/7/23) dapat mengatasi kekurangan dokter di
Indonesia.
“Kita harapkan kekurangan dokter bisa lebih dipercepat,
kekurangan spesialis bisa dipercepat, saya kira arahnya ke sana,” ujar Presiden
Jokowi di Sumedang, Jawa Barat, Selasa (11/7/23).
“Bagus, UU Kesehatan kita harapkan setelah dievaluasi
dan dikoreksi di DPR. Saya kira akan memperbaiki informasi di bidang pelayanan
kesehatan kita,” tambah Presiden Jokowi.
RUU Kesehatan sebelumnya telah memicu pro-kontra dari
berbagai pihak. Rapat paripurna untuk pengesahan RUU Kesehatan juga sempat
dijadwalkan pada 20 Juni 2023 namun diundur karena belum melalui Rapat Pimpinan
(Rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus).
Sejumlah pihak yang kontra terhadap RUU Kesehatan termasuk
Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) yang mengajukan petisi kepada Presiden
Jokowi dan Ketua DPR Puan Maharani pada Senin (10/7/23). Mereka meminta agar
RUU Kesehatan ditunda pengesahannya.
Sejumlah masalah yang diidentifikasi FGBLP antara lain
penyusunan RUU Kesehatan tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan
UU yaitu keterbukaan/transparan, partisipatif, kejelasan landasan pembentukan
(filosofis, sosiologis, dan yuridis) serta kejelasan rumusan.
Menurut FGBLP, saat ini tidak ada urgensi dan kegentingan
mendesak untuk pengesahan RUU Kesehatan yang akan mencabut sembilan UU terkait
kesehatan dan mengubah empat UU lainnya. Berbagai aturan dalam RUU Kesehatan
justru berisiko memantik distabilitas sistem kesehatan.
Contohnya adalah dihapusnya “mandatory spending”
yang tidak sesuai amanah Abuja Declaration WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan
TAP MPR RI X/MPR/2021 yaitu menganjurkan minimal 20 persen dari APBN.
Selain itu, munculnya pasal-pasal terkait
ruang multibar bagi organisasi profesi. Berikutnya ada kemudahan bagi
dokter asing untuk masuk ke Indonesia dan implementasi proyek bioteknologi
medis, termasuk proyek genome yang dinilai
mengancam biosekuritas bangsa serta kontroversi terminologi waktu
aborsi.
Padahal, masalah aborsi sudah diatur dalam UU KUHP yang
baru, dan RUU Kesehatan hanya mengikuti apa yang sudah ada di UU KUHP agar
tidak bertentangan. Isu lain yang salah kaprah terkait kebijakan genomik.