“Berbahaya bisa menyebabkan stroke, serangan jantung bahkan bisa kematian,” ujar Direktur.
Lebih lanjut Direktur menerangkan, pengungkapan peredaran Poppers bermula dari informasi yang diterima oleh polisi dari masyarakat pada Juli 2024. Penangkapan pertama pun dilakukan kepada tersangka RCL di wilayah Bekasi.
RCL mengaku sudah mengedarkan obat itu sejak 2017 lewat marketplace. Lalu, akhirnya dilarang oleh BPOM.
“RCL mengaku mendapatkan obat tersebut dengan cara mengimpor dari Cina,” ungkap Direktur.
Penyidik kemudian melakukan pengembangan hingga akhirnya menangkap MS dan P di wilayah Banten. Kedua tersangka telah menjual Poppers sejak tahun 2022 dengan menggunakan media sosial Twitter dan aplikasi media sosial dengan nama ‘Hornet’ khusus komunitas LGBTQ.
“Akibat perbuatannya, tiga tersangka peredaran Poppers disangkakan Pasal 435 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun,” jelas Direktur.