Polri-Kepolisian Jepang Ungkap Kasus Peretasan Kartu Kredit

polri kepolisian jepang ungkap kasus peretasan kartu kredit 62038

Bid TIK Polda Kepri – Jakarta. Direktorat Tindak Pidana
Siber Bareskrim Polri dan Kepolisian Jepang berhasil mengungkap kasus peretasan
kartu kredit dengan melakukan transaksi elektronik di
beberapa marketplace yang ada di Jepang.

Dari pengungkapan itu, dua orang ditetapkan sebagai
tersangka yakni DK dan SB.

“Keduanya merupakan warga negara Indonesia. Tersangka
DK berada di sini, sementara tersangka SB ada di Jepang,” ujar Brigjen
Pol. Adi
Vivid Agustiadi Bachtiar, S.I.K., M.Hum., M.S.M., Selasa (8/8/23).

Pengungkapan ini bermula dari penyidikan yang dilakukan oleh
Kepolisian Jepang, atas laporan delapan warganya yang menjadi korban peretasan
kartu kredit oleh kedua tersangka. Aksi itu dilakukan oleh kedua pelaku rentang
waktu 2016 sampai dengan 2021.

DK dan SB menggunakan hacking tools ketika mengakses secara
ilegal. Hacking tools merupakan kode (script) yang dapat digunakan untuk
meretas akun pembayaran elektronik internasional, hingga kartu kredit yang
beroperasi di seluruh dunia.

“Kode tersebut digunakan oleh para peretas untuk
mengambil data pribadi pemilik akun mulai data nomor kartu kredit, email, kata
sandi, KTP/NIK, paspor, nomor telepon dan data pendukung lainnya,” papar
Brigjen Pol. Adi.

 

Para pelaku melakukan ilegal akses dalam pembelian barang-barang
elektronik secara daring di Jepang dengan korban para pemilik
akun marketplace B-Stock dan Tsukumo net shop yang menimbulkan
kerugian kurang lebih Rp1,6 miliar.

Para pelaku menggunakan hasil pencurian data dan info korban
tersebut untuk melakukan aktivitas belanja di marketplace.”Barang
hasil kejahatan tersebut kemudian dijual oleh tersangka SB, kemudian sebagian
uang hasil penjualan tersebut dikirimkan ke tersangka DK di Indonesia,”
ungkap Brigjen Pol. Adi.

Atas perbuatannya, para pelaku diproses hukum terpisah, SB
ditangani oleh Kepolisian Jepang, sedangkan DK ditangani Bareskrim Polri. DK
dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 46 ayat (1), (2), (3) juncto Pasal
30 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang ITE berupa ilegal akses dengan ancaman hukuman
pidana maksimal delapan tahun serta denda Rp800 juta. Kemudian Pasal 48 ayat
(1) juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang ITE terkait modifikasi informasi dan
dokumen elektronik, ancaman hukum delapan tahun penjara dan denda Rp2 miliar.

Penyidik juga menjerat dengan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal
35 UU ITE terkait manipulasi seolah-olah otentik, serta Pasal 363 KUHP tentang
pencurian dengan ancaman lima tahun pidana penjara.

Atase Kepolisian Jepang Takayuki Miyagawa yang hadir dalam
konferensi pers itu menyebutkan, pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja
sama investigasi Kepolisian Jepang dengan Bareskrim Polri yang mulanya
diselidiki oleh kepolisian Jepang.

Kepolisian Jepang dan Bareskrim Polri telah menandatangani
kerja sama (MoU) dalam penanganan kejahatan-kejahatan transnasional. “Kepolisian Jepang dan Polri sudah
menandatangani MoU di bulan Januari, dan ini merupakan kolaborasi pertama
setelah penandatanganan kerja sama,” tutup Miyagawa.