Polda Jatim Konferensi Pers Ungkap Kasus Peredaran Pemalsuan Hasil Rapid Tes

polda jatim konferensi pers ungkap kasus peredaran pemalsuan hasil rapid tes 33181
Bid TIK Polda Kepri Subdit V Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur mengungkap kasus jual beli surat tes cepat atau rapid test antigen palsu dengan menangkap seorang mahasiswa asal Jember berinisial IB (24).

Dirreskrimsus Polda Jatim, Kombes Pol Farman menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan masyarakat bahwa ada jual beli surat rapid test antigen tanpa pemeriksaan medis di Facebook.

Setelah menerima informasi itu, Polda Jatim melakukan penyelidikan dan ditemukan ada warga asal Jombang yang sehari-hari berprofesi sebagai mahasiswa di Jember berinisial IB yang menjual surat rapid test antigen palsu tersebut.

“Tersangka sudah melakukan tindakan ini mulai dari awal Desember,” Dirreskrimsus Polda Jatim.

Praktik pemalsuan surat rapid test antigen dilakukan IB bermula ketika dirinya menjadi salah satu pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pilkada 2020.

Salah satu syarat menjadi petugas TPS ialah harus mengantongi surat bebas COVID-19. Saat bersamaan pula, ada 24 petugas TPS yang ternyata hasil rapid test-nya reaktif.

“Oleh yang bersangkutan dibuatkan 24 lembar hasil rapid test antigen tanpa pemeriksaan medis (palsu),” jelas Dirreskrimsus Polda Jatim.

Tiap surat rapid test antigen yang dibuat oleh IB itu dijual dengan harga Rp50 ribu. Dirinya mengatasnamakan Klinik Nurus Syifa yang ada di Jember agar lebih meyakinkan.

Selanjutnya karena aksi jual beli tersebut menggiurkan, IB pun menawarkan jasa surat rapid test antigen abal-abal ini di Facebook miliknya.

Semula surat rapid test hanya dipatok Rp50 ribu saja. Namun sekarang dia menaikkan harganya menjadi Rp200 ribu tiap lembar. Sejauh ini IB sudah menjual 44 lembar surat rapid test antigen palsu.

“24 untuk pengawas TPS, 20 lembar untuk kepentingan lain apakah untuk perjalanan darat/udara,” jelas Dirreskrimsus Polda Jatim.

Atas perbuatannya, tersangka terjerat Pasal 51 Jo Pasal 35 UU ITE dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp12 miliar. Serta Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.