“Pemutakhiran tahun dasar penghitungan IHK dilakukan karena perubahan pola konsumsi masyarakat akibat perubahan teknologi, perilaku, pendapatan, selera, dan sebagainya, perkembangan jenis dan kualitas barang atau jasa, kondisi krisis, hingga perubahan pasar, toko, dan supermarket, setelah COVID-19 melanda,” terang Plt Kepala Amalia.
Adapun acuan baru yang didapat dari SBH 2022 untuk pengukuran IHK tersebut yakni penyempurnaan adopsi Consumer Price Index (CPI) Manual dan Classification of Individual Consumption According to Purpose (COICOP) 2018, serta penambahan 60 kabupaten sampel menjadi 150 kabupaten/kota dari 90 kabupaten/kota.
Kemudian, penambahan sampel rumah tangga menjadi 240 ribu dari 141.600 rumah tangga, perubahan komposisi nilai konsumsi menjadi 38,04 persen untuk makanan dan 61,96 persen non makanan dari 33,68 persen komponen makanan dan 66,32 persen komponen non makanan, serta penambahan komoditas menjadi 847 dari 835 komoditas.
Plt Kepala Amalia menyebut, acuan baru lainnya yakni memperhitungkan bobot pasar dan bobot kualitas serta pencacahan beberapa komoditas dari pasar daring (online).
“Penambahan pasar daring dilakukan karena selain berpengaruh terhadap gaya hidup dan pola konsumsi penduduk, kemajuan teknologi telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha berbasis digital,” jelas Plt Kepala Amalia.