Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memperkuat kegiatan patroli yang berbasis pada
data dan temuan di lapangan untuk menghadapi adanya potensi kejadian kebakaran
hutan dan lahan (karhutla) meningkat di 2023.
“Kita masih punya banyak tantangan ke depan, cuaca dan
anomalinya terus bergerak dan kita juga harus memastikan agar tidak terjadi
dampak lanjutan seperti krisis air, krisis pangan dan krisis energi,” ujar
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi, di
Jakarta, Senin .
Laksmi menuturkan dalam rangka pencegahan karhutla meluas di
seluruh Indonesia, KLHK telah secara permanen menjalankan patroli di lapangan
seperti kawasan gambut dengan terus menjalin koordinasi bersama Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), untuk mendapatkan data riil
terkait cuaca jika ada potensi terjadi El Nino berkepanjangan atau menemukan
suatu anomali cuaca yang bisa menyebabkan kebakaran.
Basis data untuk menemukan titik api (hotspot) juga
diperkuat dengan menggunakan bantuan dari sistem Fire Danger
Rating (FDRS). Supaya risiko kebakaran, baik pada vegetasi hutan atau
produknya bisa termonitor dengan baik, juga untuk memprediksi perilaku api yang
nantinya bisa dijadikan panduan untuk pengambilan kebijakan di lapangan.
“Kemudian, kami juga memetakan daerah-daerah mana yang
memang rawan (terjadi kebakaran) dalam waktu-waktu ke depan. Itu sudah konkret,
karena waktu ke waktu kita harus terus menguatkan dan menyempurnakan sistem
data dan informasi,termasuk early warning (peringatan dini),” jelas
Laksmi.
Dari data tersebut, KLHK kemudian meningkatkan kecanggihan
teknologi untuk melakukan modifikasi cuaca yang diantaranya digunakan untuk
mengisi waduk-waduk di lahan gambut yang mengalami kekeringan.
Patroli pencegahan karhutla, kata Laksmi, saat ini berjalan
semakin terpadu, karena tim yang bertugas terdiri atas lima orang dan berasal
dari Manggala Agni, TNI/Polri, dinas terkait hingga masyarakat setempat.
Keterlibatan masyarakat itu diperkuat dengan pembentukan Masyarakat Peduli Api
(MPA).
Ia meminta semua pihak untuk bisa memahami bahwa penanganan
bencana di satu daerah dengan daerah yang lain memiliki potensi bencana yang
berbeda-beda, sehingga tata laksana pencegahannya harus disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing.
“Meski demikian, masyarakat harus tetap peduli terhadap
lingkungannya dan terus meningkatkan literasi diri melalui data dan informasi
yang konkret, sehingga dapat mengetahui cara menangani bencana seperti karhutla
jika terjadi sewaktu-waktu,” jelas Laksmi.
Sedangkan pemerintah daerah diminta untuk meningkatkan
kesiapan, baik dari aspek perlengkapan, sarana dan prasarana hingga praktik
baik atau strategi yang lebih ramah lingkungan dalam menghadapi karhutla agar
dampaknya tidak meluas atau melintasi perbatasan negara.
“Kolaborasi dan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan,
mulai dari pemerintah pusat sampai kabupaten/kota, masyarakat, TNI/Polri,
akademisi dan seluruh unsur yang ada itu menjadi kata kunci, itu merupakan
kekuatan kita di Indonesia. Kebersamaan, gotong royong untuk bisa mengatasi
tantangan ini untuk masa depan yang lebih baik,” tutup Laksmi.