Bid TIK Polda Kepri – Jakarta. Ada yang paling menarik dari pengungkapan Sindikat Narkoba
Fredy Pratama alias Miming alias Casanova. Yaitu, betapa besarnya uang beredar
dari perputaran bisnis narkoba.
Perputaran uang haram, berbau amis darah dari kematian para
pecandu, dan jutaan orang kehilangan masa depan, dalam tiga tahun tercatat
Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) mencapai lebih Rp 10,6
triliun.
Ini baru dari satu jaringan sindikat Fredy Pratama. Bisa
jadi ada jaringan lain yang belum terungkap. Artinya perputaran uang narkoba
lebih besar lagi jika digabung dari putaran transaksi sindikat yang masih
berada di lorong gelap.
Bareskrim Polri layak mendapatkan apresiasi yang tinggi.
Operasi di banyak kota, dari Sumatera Utara, Lampung, Jakarta, Kalimantan,
bukan operasi sederhana. Operasi besar rawan akan kebocoran yang memungkinkan
puluhan pelaku menyembunyikan barang bukti dan bukti hasil kejahatan.
Dari fakta adanya ratusan rekening, puluhan miliar dari uang
cash dan uang yang masih tersimpan dalam rekening, serta dugaan bukti kejahatan
yang sudah berubah bentuk menjadi properti seperti hotel dan aset properti,
mobil dan motor mewah, menunjukkan jaringan Fredy Pratama sudah melakukan praktik
pencucian uang (“money laundering”).
Dalam The Encyclopedia of Police Science (William G. Bailey,
1995) dijelaskan bahwa praktik “money laundering” adalah proses
pengubahan aset yang diperoleh secara ilegal berbentuk tunai menjadi bentuk
alternatif lain untuk menyembunyikan faktor-faktor keharaman dari asal-usul aset dan kepemilikan ilegal.
Di Amerika negara dengan pasar narkotika terbesar di
dunia, tercatat transaksi Narco’s Dollar
mencapai 300 miliar dollar setiap tahunnya atau sekitar Rp 4,5 triliun. Jumlah uang besar
itu tentu saja tidak berupa timbunan uang, di antaranya diputar dan dicuci ke dalam aset-aset yang sah.
Kembali ke kasus Fredy Pratama, temuan bukti uang cash
keras, senilai Rp 6,5 miliar menunjukkan transaksi mereka menggunakan tunai
sebagai cara menghindari catatan lembaga keuangan resmi.
Terkait transaksi lintas batas negara, mengingat jaringan
Fredy berada di negeri jiran Malaysia dan Thailand. Model transaksi yang
biasanya dipakai bandar adalah pengalihan mata uang, dari antar mata uang lokal
atau dari dollar kepada mata uang lokal Bath (Thailand) Ringgit (Malaysia) dan Rupiah (Indonesia).
Di Amerika praktik ini dikenal sebagai “casas de
cambio” menukar dollar dengan mata uang peso. Casas adalah pertukaran mata
uang yang sah digunakan para penjahat untuk mendapatkan layanan semi perbankan.
“Profesional kerah putih” seperti akuntan dan pengacara yang
menyediakan jasa investasi dan menyiapkan calon rekening baru. Mereka pula yang
menangani perpindahan uang lintas negara dengan skema penghindaran pajak.
Bukan tidak mungkin, model “casas de cambio” sudah
pula dilakukan sindikat Fredy Pratama. Karena model lain yang lebih sederhana
dari praktik pencucian uang sudah dilakukan jaringan sindikat ini.
Salut pada Bareskrim Polri yang melacak setapak demi setapak
sampai jaringan ini terungkap dengan berbagai modusnya. Semoga tak lama lagi
gembongnya bisa ditangkap.