Kabid Humas Polda NTT Kombes Rishian Krisna B mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara diketahui tersangka N mengaku melakukan tindakan tersebut karena ingin mendapatkan keuntungan pribadi, yakni dengan cara menjual kepada para nelayan yang melakukan penangkapan ikan menggunakan bom ikan.
Bahan peledak itu setelah ditelusuri diketahui merupakan buatan India dengan level 8 high explosive. Artinya, ledakannya dapat merusak seluruh kawasan perairan, termasuk tempat hidup dari ikan dan hewan laut lainnya. Adapun harga jual per satu batang detonator itu mencapai Rp 200 ribu, dan untuk 100 batang seharga Rp 20 juta. Rishian mengatakan penangkapan tersangka N dilakukan setelah aparat kepolisian mendapatkan laporan dari warga sekitar soal adanya jual beli detonator tersebut di pasaran.
“Jadi, setelah mendapatkan laporan itu, aparat Ditpolairud langsung bertindak cepat menangkap tersangka,” jelasnya.
Dengan ditangkapnya tersangka N, kata Rishian, maka selama periode Januari hingga Oktober 2021, Ditpolairud Polda NTT sudah menangani dua kasus kepemilikan detonator, yakni di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Flores Timur. Saat ini, berkas perkara tindak pidana telah diserahkan kepada pihak jaksa penuntut umum di Kejaksaan Tinggi NTT.
Tersangka N ditangkap Ditpolairud Polda NTT karena membawa bahan peledak, pada 3 Oktober 2021 lalu di sekitar Jalan El Tari, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, NTT, diduga melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
“Tersangka diduga melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api dan bahan peledak dengan ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup,” pungkasnya.