BMKG: Waspada Dampak El Nino dan Langkah Strategis yang Perlu Dilakukan

bmkg waspada dampak el nino dan langkah strategis yang perlu dilakukan 59268

Bid TIK Polda Kepri – Kepala Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, menyebutkan bahwa
Indonesia perlu lebih mewaspadai potensi terjadinya El Nino. Selain memicu
kekeringan, minimnya curah hujan yang terjadi, El Nino juga akan berpotensi
meningkatkan jumlah titik api sehingga makin meningkatkan potensi kebakaran
hutan dan lahan (Karhutla).

Dilansir dari inews.id pada Rabu (7/6/23), El Nino merupakan
fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di
Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Pemanasan SML mengakibatkan
bergesernya potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudera
Pasifik Tengah sehingga akan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.

“Langkah-langkah strategis perlu dilakukan pemerintah untuk
mengantisipasi dampak lanjutan. Utamanya sektor-sektor yang sangat terdampak
seperti sektor pertanian, terutama tanaman pangan semusim yang sangat
mengandalkan air. Situasi saat ini perlu diantisipasi agar tidak berdampak pada
gagal panen yang dapat berujung pada krisis pangan,” jelas Dwikorita di
Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Dari pengamatan BMKG terhadap suhu muka laut di Samudra
Pasifik, La Nina telah berakhir pada Februari 2023. Sepanjang periode
Maret-April 2023, ENSO berada pada fase netral, yang mengindikasikan tidak
adanya gangguan iklim dari Samudra Pasifik pada periode tersebut.

Berdasarkan hasil tersebut dengan peluang >80 persen,
kata dia, ENSO netral diprediksi mulai beralih menuju fase El Nino pada periode
Juni 2023 dan diprediksi akan berlangsung dengan intensitas lemah hingga
moderat. Sementara itu gangguan iklim dari Samudra Hindia, yaitu IOD (Indian
Ocean Dipole), selama bulan Maret-April juga berada pada fase netral dan
diprediksi berpeluang akan beralih menuju fase IOD Positif mulai Juni
2023. 

Kombinasi dari fenomena El Nino dan IOD Positif yang
diprediksi akan terjadi pada semester II 2023 tersebut dapat berdampak pada
berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia selama periode
musim kemarau 2023.

 

Adapun sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan yaitu
dengan optimalisasi penggunaan infrastruktur pengelolaan sumber daya air
seperti waduk, bendungan, embung dan sebagainya untuk menyimpan air di sisa
musim hujan agar dapat dimanfaatkan pada periode musim kemarau. Langkah itu
dilakukan untuk mengurangi risiko kekurangan air baik bagi kebutuhan masyarakat
atau untuk kebutuhan pertanian.

Selain itu, pemerintah perlu menggalakkan upaya pencegahan
dan menyiagakan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, untuk mengantisipasi
meningkatnya potensi karhutla, terutama wilayah atau provinsi yang rawan
terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Sementara itu, Plt Kepala Pusat Perubahan Iklim BMKG, Fachri
Rajab, menjelaskan hasil pemantauan BMKG terhadap 699 Zona Musim (ZOM) hingga
akhir Mei 2023, menunjukkan bahwa sebanyak 28 persen (194 ZOM) di wilayah
Indonesia sudah masuk periode musim kemarau dan 56 persen wilayah lainnya (392
ZOM) masih mengalami musim hujan.

Wilayah yang sedang mengalami musim kemarau meliputi wilayah
Aceh bagian Timur, Sumatera Utara bagian Timur, Riau bagian Timur, Bengkulu
bagian Barat, Lampung bagian Selatan, Banten bagian Utara, DKI Jakarta, Jawa
Barat bagian Utara, sebagian Jawa Tengah, DIY bagian Selatan, sebagian wilayah
Jawa Timur dan sebagian Bali.

Kemudian sebagian NTB, sebagian NTT, sebagian Gorontalo,
sebagian Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara bagian Selatan, sebagian Kepulauan
Maluku, dan sebagian Maluku Utara. Sementara itu, sejumlah 16 persen (113 ZOM)
lainnya merupakan wilayah yang mengalami kondisi basah atau kondisi kering
sepanjang tahun (bertipe satu musim).

Fachri juga menyampaikan hujan bulanan periode Juni-Oktober
2023 diprediksi dapat mencapai kondisi bawah normal (atau lebih kering dari
rata-ratanya). Wilayah yang diprediksi mengalami hujan dengan kategori bawah
normal pada bulan Juni 2023 meliputi sebagian Aceh, sebagian Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Jawa, Bali, NTB dan NTT. Lalu
sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Barat, sebagian Sulawesi Tenggara,
Sebagian Sulawesi Tengah, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian
Papua.

Sedangkan bulan Juli, Agustus dan September 2023 yang
diprediksi sebagai periode puncak musim kemarau, curah hujan bawah normal
diprediksi akan terjadi pada wilayah yang lebih luas meliputi sebagian besar
Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali, NTB, sebagian NTT dan sebagian besar
Kalimantan. Lalu sebagian besar Sulawesi, Sulawesi Utara, Maluku Utara,
sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian Papua. Bahkan beberapa
daerah akan mengalami curah hujan yang sangat rendah yaitu kurang dari 20
mm/bulan meliputi Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT.