BMKG: Ancaman Krisis Pangan Akibat Perubahan Iklim Bukan Isapan Jempol

bmkg ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim bukan isapan jempol 60681

Bid TIK Polda Kepri

– Jakarta. Kepala Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut
ancaman krisis pangan sebagai dampak dari perubahan iklim bukan sekadar isapan
jempol lantaran suhu bumi yang semakin panas.

Menurut dia, kencangnya laju perubahan iklim berdampak pada
ketahanan pangan nasional akibat hasil panen menurun hingga gagal tanam.

“Suhu atau temperatur bumi secara global saat ini naik
1,2 derajat Celsius. Angka tersebut dipandang sebagai angka yang kecil, padahal
itu adalah angka yang besar dan mematikan. Banyak fenomena ekstrem, bencana
hidro-meteorologi yang diakibatkan pemanasan global tadi,” ujar Dwikorita
dalam siaran pers, Jumat .

Dwikorita menjelaskan, bencana kelaparan sebagaimana yang
diprediksi organisasi pangan dunia FAO akan terjadi di 2050 adalah ancaman
nyata. Situasi ini bukan hanya menjadi ancaman bagi Indonesia atau terbatas
negara-negara berkembang saja. Melainkan seluruh negara-negara dunia menghadapi
ancaman yang sama jika tidak ada langkah konkret untuk mengatasi krisis iklim.

“Tahun 2050 mendatang jumlah penduduk dunia
diperkirakan menembus angka 10 miliar. Jika ketahanan pangan negara-negara di
dunia lemah, maka akan terjadi bencana kelaparan akibat jumlah produksi pangan
yang terus menurun sebagai dampak dari perubahan iklim,” jelas Dwikorita.

Menurut Dwikorita, tidak sedikit yang beranggapan bahwa
ancaman perubahan iklim dan krisis pangan belum terlalu terlihat di Indonesia,
karena ketersediaan sumber daya alam masih cukup melimpah dan kondisi geografis
Indonesia yang memungkinkan produksi pertanian tetap berjalan sepanjang tahun.

Namun, kata dia, jika situasi iklim global saat ini tidak
direspon secara serius maka Indonesia bisa terlambat untuk mengantisipasi bencana
kelaparan pada 2050. Ketahanan pangan nasional Indonesia, lanjut Dwikorita,
dihadapkan pada tantangan besar berupa kenaikan populasi penduduk di tengah
produksi pangan yang cenderung stagnan.

“Jika tidak ada intervensi kebijakan, potensi kerugian
ekonomi di Indonesia (2020-2024) mencapai angka Rp544 triliun akibat dampak
perubahan iklim. Maka dari itu, kebijakan ketahanan iklim menjadi salah satu
prioritas yang dinilai mampu menghindari potensi kerugian ekonomi sebesar
Rp281,9 triliun hingga 2024 mendatang,” jelas Dwikorita.