menemukan adanya kaitan yang mengkhawatirkan antara paparan polusi udara
seperti PM2.5 dengan penyakit otak, khususnya demensia.
Seperti dilansir dari laman Geo News, Kamis , studi
yang diterbitkan di JAMA Internal Medicine itu secara spesifik meneliti paparan
partikel halus yang bersumber dari asap kebakaran hutan di wilayah Amerika
Serikat.
“Api kebakaran hutan membakar semua yang dilaluinya,
memancarkan campuran partikel halus yang mungkin lebih bersifat neurotoksik
daripada partikel yang berasal dari tempat lain,” ungkap penulis utama
penelitian, Boya Zhang.
Para ilmuwan telah mengkhawatirkan partikel mikroskopis
seperti PM2.5 yang dapat melewati daya tahan tubuh dan masuk ke dalam
organ-organ tubuh. Polusi tersebut dapat menyebabkan penyakit neurologis, namun
masih perlu diteliti lebih lanjut.
Ahli epidemiologi lingkungan di University of Michigan
sekaligus penulis study, Sara Adar mengatakan, kebakaran hutan menjadi lebih
sering terjadi dan lebih parah. Di bagian barat AS, setengah dari paparan
polusi partikulat halus disebabkan oleh asap kebakaran.
Para peneliti memperkirakan hampir 188 ribu kasus demensia
baru setiap tahun terkait dengan total paparan PM2.5 di AS. Setelah
menyesuaikan faktor risiko lain, tim menemukan hanya asap kebakaran hutan dan
emisi pertanian yang terkait dengan penyakit ini.
Terungkap juga bahwa PM2.5 yang dipancarkan dari aktivitas
pertanian sangat terkonsentrasi di Midwest (Amerika Serikat Barat Tengah).
“Komponen beracun dari pestisida yang digunakan dalam
pertanian dapat berikatan dengan partikulat halus di daerah tersebut, seperti
tanah yang tertiup angin, dan dapat membahayakan otak manusia jika
terhirup,” ujar Zhang.
Peneliti tersebut mencatat bahwa lebih dari tujuh juta orang
di Amerika Serikat menderita demensia pada 2020. Seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk yang menua, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi
hampir 12 juta orang pada 2040.
Penelitian ini menyarankan untuk mengurangi paparan polusi
demi membantu menurunkan risiko terkena demensia. Namun, penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi temuan ini.
Saat kualitas udara sedang buruk, ia menyarankan agar setiap
individu tetap tinggal di rumah, tidak berolahraga di luar ruangan, dan
memasang alat air purifier di rumah. Tutup jendela dan pakai masker untuk
melindungi diri saat berada di luar rumah.