“Data yang ada semua akan diverifikasi oleh tim sehingga dipastikan bahwa data dari tim DVI tidak data yang ganda,” terang Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Rusdi Hartono di RS. Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (11/1/2021).
Menurutnya, data antemortem itu terdiri dari data umum, seperti nama, umur, berat badan, tinggi badan, pakaian atau aksesoris yang terakhir digunakan oleh korban. Kemudian, data medis sebelum korban meninggal yakni, warna kulit, warna dan jenis rambut, golongan darah, serta tanda-tanda spesifik pada korban.
Untuk mengidentifikasi korban, tim DVI akan mencocokkan data antemortem tersebut dengan data postmortem. Data postmortem atau data fisik yang didapat tim DVI setelah korban meninggal antara lain, sidik jari, golongan darah, ciri-ciri spesifik korban, dan konstruksi gigi.
Jika ditemukan kecocokan antara data antemortem dengan postmortem, korban dinyatakan teridentifikasi. Untuk itu, menurutnya, dokumen dari pihak keluarga korban akan sangat membantu proses identifikasi.
“Jadi dokumen apapun yang bisa menjelaskan korban sebelum meninggal dunia itu sangat bermanfaat bagi tim DVI,” tutur Karo Penmas.
Hingga Senin pagi, tim DVI telah menerima 16 kantong jenazah, tiga kantong berisi sejumlah barang yang diduga milik korban, dan 40 sampel DNA dari keluarga korban. Tim pun mulai melakukan proses identifikasi. Dalam pelaksanaannya, tim DVI juga melibatkan TNI, Kementerian Kesehatan, dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Berdasarkan data manifes penerbangan, pesawat yang diproduksi pada 1994 itu membawa 62 orang terdiri atas 50 penumpang dan 12 orang kru. Rinciannya yaitu, 40 orang dewasa, tujuh anak-anak, tiga bayi, sedangkan 12 kru terdiri atas enam kru aktif dan enam kru ekstra.