Bid TIK Polda Kepri– Palu. Kepolisian Resor (Polres)
Parigi Moutong telah menetapkan 10 orang tersangka kasus tindak pidana asusila
terhadap anak di bawah umur.
“Saksi-saksi yang sudah diperiksa baik saksi korban,
kemudian orang tua dan juga teman-teman disekitarnya sebanyak 10 orang,
sehingga kemarin kami sudah sepakat dari penyidik menetapkan 10
tersangka,” ujar Kapolres Parimo, AKBP Yudy Arto Wiyono, seperti dilansir
Antaranews, Selasa, (30/5/23).
AKBP Yudy Arto Wiyono mengatakan dari 10 orang yang telah
ditetapkan sebagai tersangka, lima orang telah dilakukan penahanan, sementara
lima orang lainnya masih dalam proses penjemputan dan penangkapan oleh penyidik
kepolisian.
Saat ini, AKBP Yudy Arto Wiyono mengatakan, bahwa korban
masih mendapatkan perawatan medis di salah satu rumah sakit di Kota Palu.
Selanjutnya ia mengungkapkan barang bukti yang diamankan
yakni satu lembar celana pendek hitam milik korban, satu lembar kaos lengan
pendek warna ungu dan satu lembar celana panjang kain kotak-kotak warna cokelat
yang juga milik korban.
“Dari pemeriksaan saksi yang diperiksa, maupun
tersangka yang sudah ada di dalam ini, belum ada keterangan yang signifikan
sehingga belum ada alat bukti. Masih satu yakni dari pengakuan korban,”
jelas Kabid Humas Polda Sulteng
Kombes. Pol. Djoko Wienartono mengemukakan bahwa lima orang
pelaku yang telah dilakukan penahanan oleh Polres Parigi Moutong saat ini,
salah satunya merupakan oknum Kepala Desa (kades) dan satu lainnya adalah oknum
guru.
Dari pengakuan korban, dirinya mengikuti rekannya berinisial
YN bekerja di Kabupaten Parimo dan menjadi stoker di Rumah Adat Kaili Desa
Taliabo, Kecamatan Sausu pada tahun 2022 lalu, saat dia berusia 15 tahun. Ia
mengaku mendapatkan perlakuan tak senonoh dari 11 orang diduga pelaku, yang
diantaranya oknum Kepala Desa (Kades) yang bertugas di Parimo dan oknum guru
dengan tempat dan waktu yang berbeda-beda.
Diberitakan sebelumnya, pada Rabu (17/5) lalu, Polres Parimo
telah menetapkan lima tersangka terkait kasus tersebut, dimana kelima orang itu
melakukan aksinya di waktu dan tempat berbeda yang dilakukan sejak April 2022
hingga Januari 2023.
Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat pasal 81 ayat 2
Undang-Undang RI Tahun nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan pemerintah
pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas
Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman
paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.